DIKSIKU.com, Samarinda – Janji pendidikan gratis di Kalimantan Timur tampaknya belum benar-benar menyentuh seluruh lapisan masyarakat.
Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Baba, menilai masih banyak keluarga dari kalangan menengah ke bawah yang terpaksa merogoh kocek dalam karena biaya uang gedung di sekolah, khususnya lembaga pendidikan swasta.
Menurut Baba, jika pemerintah mengklaim telah menghadirkan pendidikan gratis, maka logika itu seharusnya berlaku universal, tak hanya bagi sekolah negeri.
Ia menyayangkan sikap pemerintah yang dinilainya terlalu terfokus pada sektor pendidikan negeri, sementara sekolah swasta justru kerap menjadi tumpuan masyarakat kecil, terutama di wilayah yang minim fasilitas pendidikan negara.
“Beban uang gedung yang dibebankan ke siswa di sekolah swasta itu nyata. Kalau kita tutup mata, kita sedang membiarkan ketimpangan tumbuh dalam sistem pendidikan,” ujar Baba, Senin (7/7/2025).
Ia menegaskan, peran sekolah swasta tidak boleh dianggap sekadar pelengkap. Banyak dari mereka justru menjadi tulang punggung layanan pendidikan di daerah-daerah yang belum tersentuh pembangunan.
Namun tanpa sokongan kebijakan yang adil, lembaga-lembaga ini terpaksa membebankan pembiayaan infrastruktur kepada orang tua siswa.
Sebagai langkah korektif, Baba mendorong Pemprov Kaltim agar mulai merumuskan kebijakan pendanaan yang inklusif bagi sektor pendidikan non-negeri.
Ia mengusulkan pola bantuan yang tak bersifat umum, tetapi berbasis kebutuhan dan kondisi masing-masing sekolah swasta. Mekanisme seperti hibah pendidikan atau dukungan infrastruktur bisa menjadi instrumen yang tepat.
“Kalau kita ingin pendidikan benar-benar merata, maka sekolah swasta juga harus diberi ruang tumbuh. Pemerintah tidak boleh hanya jadi penonton ketika mereka kewalahan menjaga kualitas layanan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Baba menyebut biaya pendidikan tidak hanya berkutat pada SPP. Banyak elemen lain seperti uang gedung, seragam, dan alat tulis yang masih memberatkan keluarga kurang mampu.
Menurutnya, pemerintah perlu mengembangkan pendekatan kebijakan yang lebih holistik, tidak sekadar memotong satu komponen biaya dan mengabaikan yang lainnya.
Ia juga mendorong Dinas Pendidikan untuk melakukan pendataan yang transparan dan akurat terhadap sekolah swasta yang membutuhkan intervensi anggaran.
Dialog aktif dengan pengelola sekolah, lanjut Baba, menjadi kunci untuk merancang sistem dukungan yang efektif dan tepat sasaran.
“Jangan sampai konsep pendidikan gratis hanya menjadi jargon. Kita butuh perubahan pendekatan yang menyentuh realita di lapangan. Pendidikan adalah hak semua anak, bukan hak eksklusif yang ditentukan oleh status sekolah,” pungkasnya. (Adv)

Penulis : Ldy
Editor : Rahmah M.