DIKSIKU.com, Samarinda – Kerusakan jalan akibat lalu lintas kendaraan tambang di Kalimantan Timur bukan lagi sekadar isu teknis, tetapi menjadi sinyal kegagalan manajemen logistik sektor pertambangan.
Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Firnadi Ikhsan, menegaskan perlunya transformasi total dalam pola distribusi batu bara dan komoditas berat lainnya yang selama ini membebani infrastruktur publik.
“Ini bukan sekadar tentang jalur sungai atau jalan. Kita bicara soal siapa yang menanggung kerusakan dari aktivitas industri besar. Saat ini, yang menanggung justru rakyat melalui anggaran perbaikan jalan yang terus terkuras,” tegas Firnadi, Jumat (4/7/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menyoroti kenyataan pahit bahwa jalan-jalan yang dibangun dengan dana rakyat, baik dari APBD maupun APBN, hanya bertahan sebentar sebelum hancur dilindas kendaraan bermuatan berat milik perusahaan tambang.
Menurut Firnadi, wacana pemindahan jalur angkut batu bara ke alur Sungai Mahakam yang kembali disuarakan Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud, adalah sinyal penting bahwa pendekatan lama sudah tidak lagi relevan. Namun, ia menegaskan bahwa langkah ini tidak boleh berhenti pada tataran ide semata.
“Selama ini, kita sudah mencoba membatasi tonase dan mengatur jalur khusus, tetapi semua itu gagal karena minimnya pengawasan dan lemahnya komitmen di lapangan. Kini saatnya berbicara tentang sistem baru yang lebih berkeadilan,” ujarnya.
Firnadi menilai pemanfaatan jalur sungai sebagai koridor logistik merupakan pendekatan yang perlu diformalkan dalam kebijakan jangka panjang. Ia menyebut pengelolaan lalu lintas air memang memiliki tantangan tersendiri, tetapi bukan hal yang tidak bisa diatasi.
“Jika sungai dapat difungsikan sebagai jalur distribusi industri, kita bisa mengurangi tekanan pada jalan sekaligus menekan biaya pemeliharaan infrastruktur. Namun tentu, ini membutuhkan kesiapan dari sisi regulasi, teknis, dan juga komitmen dari para pelaku usaha,” kata Firnadi.
Ia mendorong agar diskusi mengenai pemindahan jalur tambang tidak berhenti di tingkat pemerintah provinsi saja, melainkan ditindaklanjuti dengan kajian menyeluruh serta pelibatan masyarakat terdampak.
“Ini adalah kesempatan untuk menata ulang sistem distribusi tambang kita. Jangan hanya berpikir soal efisiensi industri, tetapi juga tentang keberlanjutan infrastruktur dan hak publik atas jalan yang layak,” pungkasnya. (adv)
Penulis : Ldy
Editor : Idhul Abdullah