DIKSIKU.com, Bontang – Harapan agar digitalisasi menjadi solusi, rupanya belum sepenuhnya terwujud di lapangan. Alih-alih mempercepat layanan, penerapan sistem berbasis aplikasi di fasilitas kesehatan justru dianggap menambah beban kerja para tenaga medis. Hal ini terungkap dalam kunjungan lapangan Komisi A DPRD Bontang ke Puskesmas Bontang Selatan II.
Ketua Komisi A, Heri Keswanto, mengaku prihatin setelah melihat langsung bagaimana petugas medis harus berpacu bukan hanya dengan waktu, tetapi juga dengan tumpukan kewajiban input data ke berbagai aplikasi kesehatan yang berjalan bersamaan.
“Tenaga medis kita sekarang lebih banyak duduk di depan layar komputer daripada berinteraksi dengan pasien. Ini ironis,” ucap Heri dengan nada serius, usai kunjungan pada Senin (7/7/2025).
Menurutnya, dalam satu sesi pemeriksaan pasien, petugas diwajibkan mengisi data di empat hingga lima sistem berbeda. Setiap aplikasi memiliki format dan fitur masing-masing, tanpa adanya koneksi satu sama lain.
“Bayangkan kalau ada antrean panjang, sementara nakes harus buka-buka aplikasi yang tidak saling bicara. Bukannya efisien, malah memperlambat,” tambah politisi Partai Golkar itu.
Bagi Komisi A, digitalisasi tidak cukup hanya soal peluncuran aplikasi. Kebijakan yang datang dari pusat, kata Heri, harus mempertimbangkan kesiapan di level daerah, mulai dari infrastruktur, jaringan internet, hingga kemampuan teknis sumber daya manusia.
“Kita tidak menolak digitalisasi, justru mendukung. Tapi harus terintegrasi dan menyederhanakan. Kalau hanya menambah pekerjaan, itu bukan solusi,” tegasnya.
Keluhan serupa juga datang dari Kepala Puskesmas Bontang Selatan II, dr. Livia Fitriati. Ia mengungkapkan bahwa sistem digital yang diterapkan saat ini bersumber langsung dari kebijakan Kementerian Kesehatan RI, dan bukan dari pemerintah kota. Akibatnya, banyak aplikasi yang harus digunakan secara terpisah.
“Kadang satu pasien harus diinput datanya ke tiga atau empat aplikasi. Belum lagi kalau jaringan lambat atau sistem eror. Kita sering mengulang dari awal,” kata dr. Livia.
Masalah lainnya, menurut dia, adalah tidak tersedianya satu dashboard pusat untuk melihat data pasien secara menyeluruh. Riwayat kunjungan pasien tersebar di aplikasi yang berbeda, dan tidak semua bisa ditarik ulang dengan mudah.
Atas temuan tersebut, Komisi A berencana menyampaikan langsung ke Kementerian Kesehatan dalam agenda kunjungan kerja ke Jakarta. Mereka mendorong evaluasi menyeluruh terhadap sistem digitalisasi kesehatan nasional agar tidak sekadar memindahkan proses manual ke digital, tapi juga menghadirkan efisiensi nyata bagi pengguna.
“Tujuan teknologi itu menyederhanakan, bukan menyulitkan. Kalau sistem seperti ini terus dibiarkan, yang dirugikan bukan hanya tenaga kesehatan, tapi juga masyarakat yang butuh pelayanan cepat,” tutupnya. (adv)

Penulis : Mra
Editor : Idul Abdullah