DIKSIKU.com, Bontang – Meski menyandang predikat sebagai kota ramah anak, Bontang belum sepenuhnya terbebas dari ancaman kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Dalam rentang waktu Januari hingga Mei 2025, Polres Bontang mencatat sembilan kasus persetubuhan anak. Bahkan, dua kasus pencabulan baru saja terjadi di bulan Mei.
Situasi ini memantik keprihatinan dari jajaran DPRD Kota Bontang. Sekretaris Komisi A, Saeful Rizal, menilai persoalan tersebut tidak bisa lagi dianggap sepele. Ia mendorong agar pendekatan pencegahan berbasis keluarga segera dioptimalkan.
“Anak-anak perlu dibiasakan untuk berani menolak ketika bagian tubuh sensitif mereka disentuh. Ini harus dimulai dari rumah,” ujar Saeful, Kamis (12/6/25).
Menurutnya, membentuk keberanian anak secara psikologis bukan tugas sekolah semata, tapi merupakan fondasi yang seharusnya dibangun sejak dini oleh orang tua. Kesadaran atas batas tubuh dan rasa tidak nyaman, kata dia, penting dikenalkan sebelum anak menjadi korban.
Tak hanya soal pencegahan, Saeful juga menyoroti pentingnya pendampingan terhadap korban. Ia menekankan peran aktif Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk memberikan dukungan psikologis agar trauma korban tidak berkepanjangan.
“Pemulihan itu penting. OPD wajib hadir untuk memulihkan dan merevitalisasi kondisi korban,” tegasnya.
Senada, Anggota Komisi A lainnya, Muhammad Irfan, menilai lonjakan kasus ini turut dipicu oleh lemahnya kontrol sosial di tingkat komunitas serta faktor ekonomi yang membelenggu keluarga.
“Lingkungan yang tidak terkontrol, plus tekanan sosial ekonomi, seringkali jadi celah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak,” jelas Irfan.
Ia mendorong agar upaya preventif dilakukan secara kolektif, mulai dari RT, kelurahan, hingga instansi terkait. Menurutnya, pencegahan harus melibatkan seluruh lini, bukan hanya diserahkan ke aparat penegak hukum atau sekolah.
“Semua unsur harus bergerak. Kalau tidak, kasus seperti ini akan terus berulang,” tutupnya. (adv)
Penulis : Sdh
Editor : Idhul Abdullah