DIKSIKU.com, Samarinda – Wacana kewajiban pembayaran royalti musik sebagaimana diatur dalam PP Nomor 56 Tahun 2021 kembali menjadi sorotan di Samarinda. Regulasi yang dijalankan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) itu dinilai masih menimbulkan kebingungan, khususnya bagi pelaku usaha kecil seperti kafe dan rumah makan.
Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin, menegaskan apresiasi terhadap karya musik memang penting, namun penerapan aturan jangan sampai menekan keberlangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Menurutnya, musisi berhak memperoleh penghargaan, tetapi skema pembayaran harus realistis.
“Jangan sampai kebijakan ini justru menutup ruang gerak UMKM untuk bertahan. Semua pihak harus tetap diakomodasi,” tegas Salehuddin, Rabu (20/8/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menilai tarif royalti tidak bisa diberlakukan seragam. Perbedaan skala usaha mesti menjadi pertimbangan utama. “Kafe kecil dan rumah makan tentu tidak bisa dipukul rata dengan hotel berbintang atau pusat perbelanjaan besar,” jelasnya.
DPRD Kaltim mendorong agar LMKN bersama pemerintah daerah duduk bersama merumuskan mekanisme yang lebih fleksibel. Dengan demikian, musisi tetap mendapat hak cipta mereka, sementara pelaku usaha tidak merasa terbebani secara berlebihan.
Sementara itu, sejumlah pemilik kafe di Samarinda mengaku resah. Mereka menilai sosialisasi mengenai aturan royalti masih minim. Mekanisme pembayaran hingga daftar lagu berlisensi pun belum sepenuhnya dipahami pelaku usaha.
“Kami bukan tidak mau bayar, tapi aturannya harus jelas supaya tidak salah langkah,” keluh seorang pengusaha di Jalan Juanda.
Harapan serupa juga disampaikan pelaku usaha lain. Mereka menekankan perlunya skema tarif yang lebih adil agar UMKM tetap bisa beroperasi tanpa mengurangi hak musisi sebagai pemilik karya. DPRD Kaltim memastikan akan terus mengawal persoalan ini agar solusi yang diambil memberi manfaat seimbang bagi kedua belah pihak. (adv)
Penulis : Ldy
Editor : Idhul Abdullah