DIKSIKU.com, Balikpapan – Komisi III DPRD Kalimantan Timur mengangkat persoalan lama yang belum tuntas: tambang berjalan, rakyat tertinggal. Dalam rapat kerja bersama sejumlah perusahaan tambang yang digelar Jumat (11/7/2025), legislator mendorong agar paradigma pengelolaan tambang diubah secara fundamental dari eksploitasi sepihak menjadi kemitraan strategis yang berpihak pada daerah.
Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Abdulloh, menyampaikan dua usulan kunci. Pertama, pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) khusus tambang agar provinsi tidak lagi menjadi wilayah pasif dalam industri bernilai triliunan rupiah. Kedua, pembentukan satuan tugas (satgas) pengawasan lingkungan dan CSR untuk mengawal tanggung jawab sosial perusahaan agar tidak hanya sebatas laporan formal.
“Kita tidak ingin daerah ini hanya jadi jalur pengangkutan tambang. Kita harus ikut menikmati hasil bumi kita sendiri,” kata Abdulloh. Ia menilai, selama ini kontribusi sektor tambang terhadap pembangunan wilayah masih jauh dari ideal.
Sorotan lain datang dari aspek dampak sosial-ekologis. Salah satunya, kerusakan jalan akibat kendaraan tambang yang melebihi beban maksimal. Komisi III meminta distribusi hasil tambang diawasi ketat, agar tidak menambah beban infrastruktur umum yang dibangun dari dana publik.
Sejumlah perusahaan tambang turut menyampaikan laporan masing-masing. PT Insani Baraperkasa (IBP) mengklaim telah mereklamasi 66 persen area eks tambang mereka, sementara 28 persen masih terbuka. Mereka menyebut telah melakukan pemantauan karbon dan biodiversitas, serta menjalankan pendekatan sustainable livelihood dalam program CSR dan PPM.
“Kami melakukan audiensi berkala dengan pemerintah daerah dan komunitas lokal,” jelas perwakilan IBP, Oscar, dalam paparannya.
PT Trubaindo Coal Mining mengaku telah mencapai 14 persen reklamasi selama 2022–2026. Namun tantangan lebih kompleks dialami PT Tanito Harum, yang menghadapi persoalan tumpang tindih lahan eks tambang dengan pihak tidak bertanggung jawab, serta pelabuhan tambang yang disusupi aktivitas ilegal.
Menjelang akhir pertemuan, PT IBP menyerahkan dokumen konservasi tambang sebagai bentuk transparansi. DPRD menyambut langkah tersebut, namun tetap menekankan bahwa tindakan nyata jauh lebih penting daripada simbolik.
“CSR jangan hanya berhenti di kertas. Harus ada bukti manfaat di lapangan, di desa-desa yang selama ini hanya mendapat debu, bukan pembangunan,” tegas Abdulloh.
DPRD menilai momentum ini sebagai titik tolak untuk membenahi sektor tambang agar tak lagi menjadi sumber ketimpangan, melainkan instrumen pembangunan berkeadilan. (Adv)

Penulis : Ldy
Editor : Rahmah M.