DIKSIKU.com, Samarinda – Wacana menghadirkan layanan ojek online (ojol) berbasis aplikasi karya daerah semakin menguat di Kalimantan Timur. Dorongan ini muncul seiring meningkatnya keluhan dari para mitra pengemudi terhadap kebijakan tarif dan sistem kerja aplikator nasional yang dinilai lebih menguntungkan korporasi daripada pengemudi.
Pemerintah Provinsi Kaltim pun mulai membuka opsi strategis membentuk aplikasi transportasi daring lokal yang dikelola Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Langkah ini diyakini tidak hanya memberikan alternatif bagi mitra pengemudi, tetapi juga bisa menjadi motor baru bagi pendapatan daerah dan pelayanan publik.
Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Sigit Wibowo, menyambut positif ide tersebut. Ia menilai sudah saatnya daerah mengambil peran dalam layanan transportasi digital yang selama ini dikendalikan penuh oleh perusahaan besar nasional.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kita sering dengar keluhan mitra ojol soal tarif, potongan, hingga insentif yang terus berubah sepihak. Kalau daerah punya aplikator sendiri, kebijakannya bisa lebih adil dan berpihak ke rakyat,” kata Sigit, Jumat (11/7/2025).
Lebih jauh, Sigit menilai bahwa platform transportasi daring lokal tak hanya akan melayani angkutan penumpang. Potensinya bisa dikembangkan menjadi solusi logistik mikro dalam kota: kurir paket UMKM, pengantaran makanan lokal, bahkan pengiriman dokumen kelurahan ke kelurahan.
“Cakupannya bisa luas. Kalau dikelola anak usaha BUMD, model bisnisnya bisa dibuat lebih inklusif. Driver lokal, UMKM lokal, uangnya juga kembali ke daerah,” ujarnya.
Gagasan ini mencuat dalam forum pembahasan tarif Angkutan Sewa Khusus (ASK) di lingkungan Pemprov Kaltim. Sejumlah peserta rapat mengusulkan agar Perusda mengembangkan sistem digital transportasi sendiri, sekaligus memperkuat kontrol terhadap ekosistem ojol di daerah.
Sigit menyebut, beberapa daerah di Indonesia sudah mulai mempraktikkan model ini. Hasilnya, pemerintah daerah bisa lebih berperan dalam mengatur tarif, memberi perlindungan kerja bagi pengemudi, serta menyesuaikan sistem dengan kebutuhan daerah.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa niat saja tak cukup. Pengembangan aplikator lokal memerlukan pendekatan serius, mulai dari sisi teknologi hingga perlindungan kerja.
“Kalau mau bersaing, platformnya harus siap, pengemudi dilatih, layanan harus responsif. Jangan sampai cuma bangun aplikasi tapi tidak ada ekosistemnya,” tegasnya.
Bagi Sigit, inisiatif ini adalah bentuk keberpihakan terhadap pelaku ekonomi akar rumput yang selama ini hanya menjadi pengguna sistem, tanpa dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
“Ini peluang untuk memperbaiki ekosistem transportasi digital kita. Kalau daerah bisa mandiri di sektor ini, kita tidak hanya menolong mitra ojol, tapi juga membuka lapangan kerja baru yang lebih berkeadilan,” tutupnya. (Adv)
Penulis : Ldy
Editor : Rahmah M.