DIKSIKU.com, Samarinda – Ketegangan sosial di sekitar jalur tambang Kalimantan Timur kembali mencuat setelah tewasnya Rusel, warga Muara Kate yang aktif menolak lalu lintas truk tambang di jalan umum. Peristiwa tragis ini mempertegas urgensi kebijakan tegas dalam pengaturan aktivitas hauling batu bara yang hingga kini masih membebani infrastruktur negara dan mengancam keselamatan warga.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur mengambil sikap. Sekretaris Komisi I, Salehuddin, menyuarakan desakan keras agar tidak ada lagi kompromi terkait penggunaan jalan umum oleh kendaraan tambang. Menurutnya, jalan negara maupun provinsi dibangun untuk publik, bukan untuk mendukung operasional perusahaan yang meraup keuntungan dari hasil bumi daerah.
“Fakta di lapangan sudah terlalu jelas. Kerusakan jalan, kecelakaan, dan bahkan nyawa warga menjadi korban. Ini bukan sekadar persoalan teknis, tapi darurat kemanusiaan dan hukum,” kata Salehuddin, Sabtu (28/6/2025).
Ia menjelaskan, ketentuan hukum sudah mengatur dengan tegas kewajiban pemegang IUP dan IUPK untuk membangun dan menggunakan jalan khusus. Hal itu tertuang dalam Pasal 91 UU Nomor 3 Tahun 2020, namun sayangnya, masih banyak perusahaan yang enggan mematuhi.
“Selama ini, yang terjadi adalah pembiaran. Perusahaan lebih memilih memakai jalan umum karena murah, meski risikonya ditanggung rakyat. Ini tidak bisa lagi ditoleransi,” tegasnya.
Salehuddin juga menyoroti bahwa dampak hauling bukan hanya pada infrastruktur, tetapi juga merembet ke ranah keamanan sosial. Kasus Rusel menjadi bukti bahwa konflik antara warga dan aktivitas tambang bisa berujung pada tragedi jika tidak segera ditangani secara struktural.
Ia pun menyoroti lemahnya perlindungan terhadap masyarakat yang menolak hauling. “Ancaman yang diterima warga bukan hal baru. Tapi pertanyaannya, apa tindakan nyata pemerintah terhadap hal itu?,” ujarnya.
Sebagai langkah taktis, DPRD membuka ruang diskusi mengenai pembatasan jam operasional truk dan pembangunan titik crossing yang aman. Namun, menurutnya, itu hanyalah solusi darurat. Solusi permanen tetap harus mengacu pada penghentian total aktivitas hauling batu bara di jalan umum.
“Target kita jelas, zero hauling di jalan publik. Kalau tidak sekarang, maka tragedi serupa akan terus berulang,” tegas Salehuddin.
Ia juga mengapresiasi langkah Gubernur Kalimantan Timur yang telah menginisiasi dialog multipihak. Namun, ia mengingatkan agar proses tersebut tetap berada dalam koridor hukum dan tidak menjadi alat kompromi yang melemahkan hak-hak warga.
“Kita perlu solusi yang berkeadilan, bukan hanya yang menyenangkan satu pihak. Keamanan warga, keberlanjutan lingkungan, dan kepastian hukum harus menjadi prioritas utama,” tutupnya.

Penulis : Ldy
Editor : Idhul Abdullah