DIKSIKU.com, Berau — Pembangunan fisik kerap menjadi sorotan utama dalam proyek pelayanan publik. Gedung-gedung baru berdiri, fasilitas diresmikan, dan spanduk ucapan selamat terpampang megah. Tapi, pertanyaannya, apakah masyarakat benar-benar merasakan manfaatnya?
Pertanyaan itulah yang coba dijawab dalam kunjungan kerja gabungan yang dilakukan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan DPRD Kaltim ke Kabupaten Berau pada Rabu (16/7/2025). Mereka meninjau langsung dua titik penting yakni Rumah Sehat Baznas (RSB) dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah (PPRD) Bapenda Wilayah Berau.
RSB disebut sebagai contoh layanan kesehatan berbasis filantropi dan inklusi, sementara UPTD PPRD menjadi wajah baru pelayanan fiskal yang dituntut efisien, transparan, dan ramah masyarakat. Namun bagi DPRD, kunjungan ini bukan ajang puji-pujian. Justru, inilah saatnya mengukur apakah proyek tersebut berjalan sesuai tujuan.
Anggota DPRD Kaltim, Syarifatul Sya’diah, menegaskan bahwa kerja nyata dimulai justru setelah seremoni peresmian selesai. “Kita sering terjebak pada pencitraan fisik. Padahal, yang lebih penting adalah bagaimana pelayanan itu berkelanjutan, sistemnya jalan, dan masyarakat merasakannya,” ujarnya dengan tegas.
Ia menyoroti perlunya sistem kerja yang benar-benar terintegrasi, SDM yang mumpuni, serta evaluasi yang tidak basa-basi. Gedung megah tidak boleh menutupi fakta bahwa banyak warga masih kesulitan mengakses layanan dasar.
Senada dengan itu, Apansyah, legislator dari daerah pemilihan Berau, menambahkan bahwa pembangunan tidak boleh berhenti di angka dan fisik. Fungsi dan dampak harus menjadi tolok ukur utama.
“Kita tidak butuh fasilitas mewah kalau akhirnya pelayanan tetap membingungkan dan lambat. Evaluasi harus berbasis pada pengalaman warga, bukan sekadar laporan di atas kertas,” ungkapnya.
Sementara itu, Husin Djufrie menekankan pentingnya kehadiran DPRD bukan sebagai tamu undangan, tapi sebagai pengawas kebijakan secara langsung di lapangan. Menurutnya, pengawasan yang efektif hanya bisa dilakukan dengan melihat sendiri, bertanya langsung, dan tidak sungkan memberi catatan keras jika ada yang tidak beres.
“Kami hadir bukan untuk menyaksikan, tapi untuk memastikan. Layanan publik harus bisa diukur dampaknya. Kalau masyarakat tidak merasakan perubahan, berarti masih ada yang perlu diperbaiki,” tegas Husin.
Kunjungan ini menjadi cerminan bahwa sinergi antara eksekutif dan legislatif bukan soal harmonisasi seremonial, melainkan komitmen bersama untuk mengubah wajah pelayanan publik, dari proyek pembangunan menjadi gerakan pelayanan nyata. (adv)

Penulis : Ldy
Editor : Idul Abdullah