DIKSIKU.com, Samarinda – Proyek pengembangan Pulau Kumala di Kutai Kartanegara kembali menjadi sorotan. Meski pembangunan wahana wisata Waterboom di kawasan ini telah mencapai sekitar 70 persen, Sekretaris Komisi I DPRD Kalimantan Timur, Salehuddin, menilai lambannya progres bukan hanya soal teknis konstruksi, melainkan cerminan dari kurangnya visi jangka panjang dan arah pengelolaan yang jelas.
Menurutnya, Pulau Kumala selama ini hanya menjadi proyek investasi berbiaya besar tanpa arah pengembalian manfaat yang nyata.
“Anggaran yang telah digelontorkan sejak awal pengembangan mencapai hampir Rp400 miliar, tapi hingga hari ini kita belum melihat imbas ekonominya secara riil untuk daerah,” tegas Salehuddin, Jumat (4/7/2025).
Ia menekankan bahwa persoalan utamanya bukan semata-mata pada persentase pembangunan fisik, melainkan pada absennya strategi berkelanjutan dalam memanfaatkan kawasan tersebut sebagai sumber pendapatan daerah dan pusat aktivitas wisata yang hidup.
“Potensinya besar, tapi tidak pernah dikembangkan secara menyeluruh. Kita bicara kawasan mati yang menelan ratusan miliar tanpa arah yang pasti,” ungkapnya.
Salehuddin juga menyoroti lemahnya upaya kolaborasi. Ia menyebut kerja sama dengan swasta, seperti dengan PT Grand LT, pernah dijajaki namun tak dilanjutkan secara serius. Padahal, keterlibatan pihak ketiga dinilainya penting untuk menciptakan ekosistem wisata yang profesional dan berdaya saing.
“Kalau hanya mengandalkan anggaran pemerintah dan seremonial tahunan seperti Pestarak, kita hanya menambal sementara. Padahal aset seperti Pulau Kumala seharusnya bisa jadi motor ekonomi,” katanya.
Selain itu, ia menyoroti aspek keamanan dan pengelolaan kawasan yang dinilai jauh dari ideal. “Kalau malam, kawasan ini nyaris gelap total. Bahkan lampu di jembatan menuju Pulau Kumala pernah dipindahkan karena tidak terawat. Ini bukan sekadar proyek mangkrak, tapi kegagalan manajemen aset publik,” jelasnya.
Dengan adanya Plt Kepala Dinas Pariwisata yang baru, Salehuddin mendesak perubahan pendekatan dari sekadar pembangunan fisik ke arah pengelolaan yang berbasis hasil dan produktivitas.
“Kita butuh langkah konkret, bukan hanya laporan progres. Pulau Kumala tak boleh terus jadi beban APBD. Kalau pun nilai investasinya tak bisa kembali utuh, minimal bisa menciptakan dampak ekonomi yang konsisten dan nyata bagi Kukar,” tandasnya. (adv)

Penulis : Ldy
Editor : Idhul Abdullah