DIKSIKU.com, Opini – Isu pelantikan Sekretaris DPRD (Sekwan) tanpa persetujuan Ketua DPRD kembali mengemuka di Kabupaten Bone. Sebagian pihak bahkan mempertanyakan keabsahan rotasi tersebut, seolah posisi Sekwan merupakan bagian dari struktur legislatif yang hanya bisa diputuskan secara bersama. Padahal, jika ditelusuri secara hukum dan administrasi pemerintahan, pandangan itu sangat keliru.
Sekwan Bukan Alat Politik DPRD
Perlu ditegaskan sejak awal, Sekwan adalah aparatur sipil negara (ASN) yang menjalankan fungsi administratif dalam mendukung tugas-tugas DPRD.
Sekwan bukan representasi politik dewan, bukan bagian dari unsur pimpinan, dan tidak berada dalam garis koordinasi langsung dengan Ketua DPRD.
Dalam sistem pemerintahan daerah yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Sekwan merupakan pejabat tinggi pratama yang diangkat oleh kepala daerah, yakni bupati atau walikota. Artinya, Sekwan berada dalam struktur eksekutif, bukan legislatif.
Kewenangan Kepala Daerah adalah Konstitusional
Dasar hukum pengangkatan Sekwan juga sangat kuat, yakni UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, PP 18/2016 tentang Perangkat Daerah, dan Permendagri 104/2016 tentang Pedoman Nomenklatur Sekretariat DPRD.
Dalam semua aturan tersebut, tidak ada satu pun yang menyatakan bahwa pelantikan Sekwan memerlukan “persetujuan” Ketua DPRD. Jika pun ada komunikasi politik atau etika koordinasi, sifatnya hanya informal.
Kepala daerah tetap berwenang penuh untuk memilih, mengangkat, dan melantik pejabat strukturalnya, termasuk Sekwan.
Kebijakan ini juga bagian dari prinsip merit system dalam manajemen ASN, bukan bagi-bagi kekuasaan antar elit politik.
Konteks Kabupaten Bone: Birokrasi Jangan Dipolitisasi
Di Bone, rotasi jabatan Sekwan adalah bagian dari penyegaran birokrasi. Bupati selaku pejabat pembina kepegawaian tentu memiliki hak dan tanggung jawab menempatkan ASN yang dianggap tepat sesuai kualifikasi.
Akan menjadi preseden buruk jika pelantikan Sekwan selalu dikaitkan dengan konflik kepentingan antara legislatif dan eksekutif.
Bahkan, bila hal ini terus digiring sebagai isu politis, maka publik bisa menilai bahwa ada keinginan sebagian elite untuk menjadikan posisi ASN sebagai alat tawar-menawar politik, yang sangat bertentangan dengan semangat reformasi birokrasi.
Rakyat Perlu Edukasi, Bukan Drama Politik
Yang dibutuhkan masyarakat Bone saat ini bukan tontonan konflik internal elite daerah, melainkan kepastian bahwa roda pemerintahan berjalan baik. Pelayanan publik, anggaran daerah, dan kebijakan strategis lainnya jauh lebih penting ketimbang tarik-menarik kewenangan jabatan birokrasi.
Opini ini ditulis bukan untuk membela siapa pun, melainkan untuk memberikan edukasi kepada publik bahwa sistem pemerintahan daerah harus dipahami secara utuh, bukan berdasarkan asumsi dan kepentingan kelompok.
Sudah saatnya kita membedakan antara struktur jabatan politis dan struktur birokrasi profesional.
Penulis : Wahyunang (Komisaris PT. Diksi Media Grup)
