DIKSIKU.com, Bontang – Bulan Mei 2025 menjadi penanda masuknya masa transisi menuju musim kemarau di Kota Bontang. Meski hujan masih turun, intensitasnya mulai berkurang. Situasi ini menjadi perhatian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), khususnya dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Kepala Pelaksanan BPBD Bontang, Usman, melalui Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Eko Mashudi, mengungkapkan bahwa potensi karhutla mulai menguat seiring cuaca yang makin kering. Berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), curah hujan di Bontang diperkirakan berada pada kategori Bawah Normal, antara 50 hingga 84 persen.
“Memang hujan masih ada, tapi frekuensinya sudah jauh menurun dibanding bulan-bulan sebelumnya,” ujar Eko, Senin (12/5/2025).
Ia menjelaskan bahwa musim kemarau tahun ini diperkirakan datang lebih lambat dari biasanya. Faktor perubahan iklim global seperti El Niño dan La Niña membuat puncak musim kemarau baru akan terjadi pada bulan Agustus di sebagian besar wilayah Indonesia.
Meski musim kemarau diprediksi berlangsung lebih singkat, bukan berarti risikonya menurun. Merujuk pada pengalaman tahun lalu, Bontang sempat menghadapi kebakaran lahan dalam jumlah besar akibat suhu udara yang tinggi, bisa mencapai 34 hingga 35 derajat Celsius, serta rendahnya curah hujan.
Namun, Eko menegaskan bahwa cuaca bukan satu-satunya faktor. Masih adanya praktik membuka lahan dengan cara dibakar menjadi penyumbang utama terjadinya karhutla.
“Kami terus mengingatkan, membuka lahan dengan api itu bukan hanya berbahaya, tapi juga melanggar hukum,” tegasnya.
Aturan soal larangan membakar lahan sudah jelas tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Undang-Undang Kehutanan. Ancaman hukumannya tidak main-main: penjara minimal tiga tahun dan maksimal sepuluh tahun, serta denda antara Rp 3 miliar hingga Rp 10 miliar.
Meski demikian, BPBD Bontang lebih mengedepankan pendekatan edukatif dibanding hukuman. Pihaknya secara rutin melakukan patroli lapangan dan sosialisasi setiap pekan untuk menyampaikan bahaya pembakaran lahan dan sampah.
“Kami tidak semata-mata fokus pada sanksi. Edukasi dan kesadaran masyarakat adalah kunci utama untuk mencegah karhutla,” pungkas Eko. (adv)
Penulis : Sadah
Editor : Idhul Abdullah