DIKSIKU.com, Balikpapan – Sorotan terhadap industri tambang kembali mencuat saat Komisi III DPRD Kalimantan Timur menggelar rapat kerja bersama Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta sejumlah perusahaan tambang di Hotel Grand Jatra Balikpapan, Jumat (11/7/2025). Dalam forum ini, DPRD menuntut tanggung jawab lebih dari pelaku industri tambang yang selama ini dinilai belum maksimal memberi dampak positif bagi daerah.
Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Abdulloh, membeberkan bahwa rapat tersebut memfokuskan perhatian pada empat isu krusial: volume produksi, kewajiban reklamasi, efektivitas program CSR, serta pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM).
“Jangan sampai tambang terus beroperasi tanpa jejak manfaat yang jelas bagi warga. Rakyat butuh kontribusi nyata, bukan hanya debu tambang yang beterbangan,” tegas Abdulloh dengan nada geram.
Tak hanya itu, ketidaksesuaian data produksi tambang dengan angka penerimaan daerah juga menjadi sorotan serius. Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, mengungkapkan bahwa ketimpangan data antara laporan produksi dan penjualan batu bara berdampak pada rendahnya kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor ini.
“Dari 10 perusahaan pemegang PKP2B yang aktif, hanya enam yang hadir. Ini menunjukkan lemahnya transparansi. Kita dorong percepatan transisi mereka ke skema IUPK agar daerah punya kontrol lebih kuat,” ujar Hasanuddin.
Ia juga menekankan pentingnya keterlibatan pemerintah daerah dalam proses penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan tambang. Menurutnya, selama ini pemerintah daerah kerap hanya jadi penonton atas kebijakan yang berdampak langsung ke masyarakatnya.
Lebih jauh, DPRD mendorong percepatan pembentukan peraturan daerah (Perda) tentang CSR dan PPM, agar bantuan sosial yang disalurkan perusahaan tidak sekadar formalitas, tapi benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat.
Anggota Komisi III, Subandi, turut menyuarakan keprihatinan atas maraknya aktivitas tongkang batubara di Sungai Mahakam yang tidak sebanding dengan pemasukan bagi daerah.
“Setiap hari kapal batubara lalu lalang, tapi apa yang didapat warga Mahakam? DBH kecil, reklamasi tak jelas. Ini harus diaudit secara menyeluruh,” tandasnya.
Forum ini menjadi panggung bagi DPRD untuk menegaskan bahwa era tambang tanpa akuntabilitas sudah saatnya berakhir. Legislator menuntut transformasi menyeluruh dalam tata kelola tambang yang lebih transparan, adil, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. (Adv )

Penulis : Ldy
Editor : Rahmah M.