DIKSIKU.Com,Bone,Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW senantiasa menghadirkan nuansa khas dalam kehidupan masyarakat. Bukan hanya sebatas peringatan lahirnya Nabi, tetapi juga menjadi momentum spiritual sekaligus sosial yang menyatukan warga. Di banyak daerah, termasuk Bone, salah satu tradisi yang tak terpisahkan dari Maulid adalah menyiapkan baskon.
Baskon sebagai Simbol Kebersamaan
Baskon yang dimaksud ialah wadah besar berisi berbagai jenis makanan, mulai dari nasi, lauk pauk, hingga kue-kue tradisional. Masyarakat menyiapkannya dengan penuh antusias, lalu dibawa ke masjid atau tempat pelaksanaan Maulid. Sajian itu bukan sekadar makanan, tetapi simbol kepedulian, kebersamaan, dan rasa syukur.
Tradisi ini menghadirkan momen berbagi tanpa sekat. Makanan yang dikumpulkan dalam baskon akan dinikmati bersama, tanpa memandang status sosial. Ada semacam pengingat bahwa kebahagiaan sejati lahir dari sikap memberi dan berbagi.
Antara Tradisi dan Tantangan
Namun, di era modern, tradisi ini menghadapi tantangan. Ada yang menilai persiapan baskon membutuhkan biaya besar sehingga memberatkan sebagian keluarga. Tak jarang, gengsi sosial muncul: semakin besar dan mewah isi baskon, semakin tinggi gengsi yang melekat. Padahal, esensi utama Maulid adalah meneladani kesederhanaan dan keteladanan Nabi Muhammad SAW, bukan mempertontonkan kemewahan.
Hal lain yang perlu diperhatikan ialah potensi mubazir. Makanan yang melimpah kadang tidak termanfaatkan secara optimal. Ini menuntut pengelolaan bijak agar semangat berbagi tetap terjaga, tanpa berlebihan.
Menghidupkan Nilai, Bukan Beban
Tradisi baskon bisa terus dilestarikan, namun perlu dimaknai ulang. Esensinya bukan pada seberapa banyak isi baskon, melainkan pada niat tulus untuk berbagi dan mempererat silaturahmi. Jika dikelola dengan baik, tradisi ini bisa menjadi sarana pemberdayaan sosial—Misalnya sebagian isi baskon disalurkan kepada kaum dhuafa, anak yatim, atau warga yang membutuhkan.
Penutup
Maulid dengan baskonnya adalah potret budaya religius masyarakat kita: meriah, penuh warna, dan kaya makna. Jangan sampai ia hanya menjadi ritual seremonial. Yang lebih penting adalah bagaimana nilai-nilai keteladanan Nabi dapat hidup dalam keseharian kita: sederhana, peduli, dan saling menguatkan.

Penulis : Wahyunang
Editor : Redaksi Diksiku