DIKSIKU.com, Bontang – Dalam situasi darurat, satu menit bisa menentukan hidup dan mati. Namun sayangnya, prosedur pelayanan di sejumlah puskesmas di Bontang dinilai masih terjebak pada urusan administratif. Ini menjadi sorotan serius Komisi A DPRD Kota Bontang saat melakukan kunjungan lapangan ke Puskesmas Bontang Selatan I dan II, Senin (7/7/2025).
Wakil Ketua Komisi A DPRD Bontang, Ubayya Bengawan, menyampaikan kekhawatirannya terhadap pola layanan yang terlalu birokratis. Ia menyoroti kasus di mana pasien dengan kondisi lemah dan butuh penanganan cepat justru dihadapkan pada pertanyaan soal jaminan kesehatan sebelum disentuh oleh tenaga medis.
“Jangan sampai orang datang dalam keadaan kritis malah disambut dengan pertanyaan, ‘jaminannya apa?’ Rawat dulu, tanyakan nanti. Ini bukan hanya soal prosedur, ini soal nyawa,” ucapnya penuh keprihatinan.
Menurutnya, pendekatan pelayanan seperti itu menunjukkan ada yang keliru dalam sistem. Komisi A menegaskan bahwa keselamatan pasien harus menjadi prioritas utama, bukan kelengkapan dokumen. Ia menambahkan bahwa asas kemanusiaan semestinya berdiri di atas aturan administratif, bukan sebaliknya.
Komisi A pun meminta agar Dinas Kesehatan tidak menunggu korban jatuh untuk melakukan perbaikan. Ubayya mendorong adanya evaluasi menyeluruh, termasuk penyusunan ulang prosedur tetap (SOP) yang menjamin respons cepat terhadap kasus darurat.
“Kami tidak sedang menuntut yang muluk-muluk. Kami hanya ingin layanan kesehatan yang berpihak pada manusia, bukan pada sistem kaku yang tidak peduli siapa yang datang dan seberapa parah kondisinya,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Kesehatan Bontang, Bakhtiar Mabe, mengakui bahwa prosedur administratif sering kali membebani petugas lapangan. Bahkan ia menyebut pola itu mengikuti alur yang juga berlaku di rumah sakit rujukan.
“Puskesmas selama ini mengikuti mekanisme rujukan dari rumah sakit. Tapi kami menyadari bahwa ini tidak bisa dibiarkan. Masukan dari DPRD akan kami jadikan catatan penting untuk evaluasi,” kata Bakhtiar.
Meski begitu, Komisi A menolak berhenti pada pernyataan normatif. Mereka mendesak adanya tindakan konkret, termasuk pelatihan ulang bagi tenaga medis dan pengawasan ketat terhadap standar pelayanan di seluruh puskesmas.
“Kalau perlu ditegaskan lewat peraturan baru. Jangan ada warga Bontang yang takut ke puskesmas hanya karena tak punya kartu BPJS di tangan. Ini soal rasa aman,” tegas Ubayya.
Selain itu, Komisi A juga meminta agar Dinas Kesehatan memperbaiki komunikasi dengan rumah sakit rujukan agar tekanan administratif tidak menular ke pelayanan dasar.
Langkah Komisi A ini menjadi pengingat bahwa sistem kesehatan yang baik bukan hanya soal fasilitas atau teknologi, tetapi tentang kepekaan, kepedulian, dan keberpihakan kepada masyarakat yang sedang membutuhkan pertolongan dalam situasi terdesak. (adv)

Penulis : Mra
Editor : Idul Abdullah