DIKSIKU.com, Samarinda – Di tengah bisingnya ruang digital yang semakin menjadi medan utama pertarungan opini, tak semua suara mencerminkan keresahan publik yang tulus.
Wakil Ketua DPRD Kalimantan Timur, Ananda Emira Moeis, menyoroti peran buzzer dalam dinamika demokrasi era internet, yakni antara yang benar-benar bersuara dan yang hanya menjadi pengeras bagi kepentingan tertentu.
“Kalau buzzer-nya organik, dalam arti masyarakat sendiri yang menyampaikan kritik atau saran, itu bagian dari proses demokrasi. Artinya masyarakat peduli dan ingin terlibat,” ujar Ananda saat ditemui, Kamis (12/6/2025).
Namun, di balik akun-akun yang tampak aktif, tidak sedikit yang beroperasi secara sistematis dan sengaja dibentuk untuk menggiring opini. Mereka bukan warga biasa yang menyuarakan pandangan, melainkan operator persepsi yang bisa melemahkan nalar publik dengan informasi setengah matang atau bahkan palsu.
“Buzzer yang tidak murni bisa merusak ruang diskusi. Biasanya mereka membawa informasi yang tidak lengkap, bahkan manipulatif. Ini berbahaya bagi kualitas demokrasi kita,” kata politisi PDI Perjuangan itu.
Fenomena ini menurutnya harus dibedah lebih dalam, bukan sekadar diramaikan di permukaan. Ananda menggarisbawahi bahwa tantangan kita bukan pada banyaknya suara, melainkan pada bagaimana memilah suara yang layak didengar dan ditindaklanjuti.
“Intinya, ruang publik harus tetap terbuka, tapi juga harus dijaga dari polusi informasi. Kritik yang sehat dan berbasis fakta harus disambut, bukan dihindari,” tegasnya.
Ananda pun menyerukan perlunya kesadaran bersama untuk menjaga ruang digital tetap menjadi wadah pertukaran gagasan yang mencerahkan, bukan ladang kebisingan yang melelahkan. (adv)

Penulis : Ldy
Editor : Idhul Abdullah