DIKSIKU.com, Bontang – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan pemisahan antara pemilu nasional dan daerah mulai 2029 membawa konsekuensi yang tak bisa dianggap sepele. Di Bontang, Komisi A DPRD mencium ancaman serius, yakni kekosongan arah kebijakan pembangunan jika masa transisi tidak segera diatur secara tegas.
Anggota Komisi A DPRD Bontang, Muhammad Yusuf, menyuarakan keresahan bahwa pelantikan kepala daerah yang tidak bersamaan dengan presiden berisiko membuat dokumen strategis seperti RPJMD berjalan tanpa arah jelas.
“Kalau kepala daerah baru dilantik dua tahun setelah presiden, lalu siapa yang jadi rujukan arah pembangunan? Ini bukan hal kecil, ini krusial,” ujar Yusuf, Senin (30/6/2025).
Menurutnya, absennya regulasi transisi yang mengikat akan membuat penyusunan RPJMD di daerah seperti melangkah dalam kabut. Para pelaksana kebijakan bisa kehilangan pegangan karena tidak ada jaminan kesinambungan arah dari pusat hingga daerah.
“Transisi bukan sekadar jeda waktu antara dua pemimpin, tapi soal menjaga kesinambungan strategi pembangunan. Tanpa regulasi, daerah bisa terombang-ambing,” tegasnya.
Ia mendesak agar Pemerintah Kota Bontang segera menjalin komunikasi aktif dengan pemerintah provinsi dan nasional. Tujuannya, memastikan dokumen pembangunan daerah tetap relevan dan terhubung dengan RPJMN serta RPJMD provinsi, yang siklusnya bisa lebih dahulu berjalan.
Tak hanya itu, Yusuf juga mendorong Kementerian Dalam Negeri untuk mempercepat sinkronisasi teknis lintas wilayah. Harmonisasi aturan dan waktu menjadi krusial agar tidak terjadi kesenjangan kebijakan antara pusat dan daerah yang berujung pada ketidakefektifan program pembangunan.
“Jangan sampai daerah tersesat di tengah jalan hanya karena pemerintah pusat belum merumuskan aturan main yang jelas,” pungkasnya.
Situasi ini menunjukkan bahwa bukan hanya urusan politik yang berubah akibat putusan MK, tetapi juga arah pembangunan jangka menengah dan panjang di seluruh daerah di Indonesia. (adv)
Penulis : Mra
Editor : Idhul Abdullah