DIKSIKU.com, Samarinda – Kota Samarinda kembali dihadapkan pada persoalan klasik yang tak kunjung tuntas yakni tumpukan sampah di mana-mana, menyumbat saluran air dan mempercepat datangnya banjir setiap kali hujan turun deras. Meski berbagai program kebersihan digulirkan, namun kenyataan di lapangan masih menunjukkan kurangnya kesadaran dan penegakan aturan.
Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Fuad Fakhruddin, melihat persoalan ini tidak lagi bisa dianggap sebagai sekadar masalah teknis. Menurutnya, penanganan sampah di Samarinda adalah soal budaya dan komitmen kolektif yang belum sepenuhnya terbentuk.
“Kita masih berhadapan dengan kebiasaan buruk: membuang sampah ke sungai, selokan, bahkan ke lahan kosong tanpa rasa bersalah. Ini bukan cuma soal kurangnya tempat sampah atau armada, tapi minimnya kedisiplinan dan ketegasan hukum,” ujar Fuad, Sabtu (5/7/2025).
Fuad mengungkapkan bahwa selama ini pemerintah daerah memang telah berupaya meningkatkan fasilitas, termasuk penambahan armada dan pemindahan lokasi Tempat Pembuangan Sementara (TPS). Namun langkah itu dinilai belum menyentuh akar masalah—yakni perubahan perilaku warga dan lemahnya sistem kontrol.
Salah satu contohnya adalah kasus di kawasan Air Putih, Samarinda Ulu, di mana pemindahan TPS justru menimbulkan keluhan baru akibat lokasi pengganti yang tidak ideal dan pengangkutan sampah yang tidak konsisten.
“Kalau pemindahan tidak dibarengi manajemen yang tertata dan respons cepat, warga bisa saja menciptakan TPS liar baru. Ini yang harus diantisipasi,” katanya.
Lebih jauh, Fuad mendorong adanya regulasi yang lebih kuat untuk menindak pelanggaran. Ia mengusulkan penerbitan Peraturan Wali Kota (Perwali) yang memberikan sanksi kepada siapa pun yang membuang sampah sembarangan, baik berupa denda, kerja sosial, atau bentuk hukuman lainnya yang memberi efek jera.
“Sudah waktunya Samarinda punya instrumen hukum yang bisa menekan perilaku tidak tertib. Jangan sampai kita terus berkutat pada siklus yang sama: musim hujan datang, banjir terjadi, lalu semua menyalahkan sistem,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa pengelolaan sampah seharusnya menjadi isu strategis dalam perencanaan kota. Tidak hanya soal lingkungan, tetapi juga menyangkut kesehatan masyarakat, citra kota, bahkan daya tarik investasi.
“Bayangkan kalau setiap pengunjung datang ke kota ini disambut tumpukan sampah dan bau tak sedap. Apa yang mereka pikirkan tentang Samarinda,” ucapnya.
Di akhir pernyataannya, Fuad mengajak semua elemen baik pemerintah, masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, hingga komunitas pemuda untuk bersama-sama membangun kesadaran baru. Kota yang bersih dan sehat tidak mungkin tercipta tanpa partisipasi aktif seluruh warganya.
“Kebersihan kota adalah wajah dari karakter warganya. Kalau kita ingin Samarinda maju dan nyaman, maka kita semua harus berubah,” pungkasnya. (adv)

Penulis : Ldy
Editor : Idhul Abdullah